Wawancara Bersama Kivlan Zein - SUMEDANG DAILY

It's All About Sumedang

Post Top Ad

Post Top Ad

Friday, April 20, 2018

Wawancara Bersama Kivlan Zein

Foto (c) Tribunnews 
(Wawancara ini merupakan salinan dari laman tokoh.id)

Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen yang kini menjadi Caleg dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Dapil Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Luar Negeri, mengemukakan hal itu dalam wawancara dengan Wartawan Berita Indonesia Imam Prawoto.
Kivlan Zen juga mengemukakan kekuatirannya atas gempuran pemikiran liberalis yang telah mengubah cara berpikir kita dari gotong royong menjadi individualistis. Menurutnya, tatkala semua orang sudah berpikiran liberal, Pancasila nanti akan tenggelam. Maka dia menekankan agar partai-partai harus menerapakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Di samping itu, Kivlan yang sebelumnya mengaku Islam Phobia dan kini menjadi Sistem Phobia, melihat penduduk asli dan Islam semakin terdesak. Juga akibat banyak masuk pikiran liberal, anti Tuhan, dan sebagainya. Dia juga berbicara tentang ketahanan pangan dan bagaimana mengakselerasi pembangunan nasional. Selengkapnya, berikut petikan percakapan Imam Prawoto dengan Kivlan Zen:
Berita Indonesia (BI): Saya representasi dari Tokohindonesia.com, Majalah Berita Indonesia (Berindo). Ciri khas dari majalah dan website kami, menekankan sisi positif dari para tokoh itu. Bukan sisi negatifnya. Sekecil apa pun karya tokoh tersebut berguna bagi orang lain, bangsa dan negara, kita angkat dan diperkenalkan kepada masyarakat.
Selain tema itu, juga berkaitan dengan isu ketahanan pangan. Bagaimana pandangan Anda mengenai ketahan pangan nasional. Juga tentang profil, serta kiprah Anda selama bertugas di militer.Jadi, topik wawancara kami yang pertama tentang ketokohan Anda. Kedua, terkait pencalegan Anda dari PPP. Hasil wawancara akan dimuat di Website TokohIndonesia.com dan Majalah Berita Indonesia. Bagi masyarakat Indonesia, web sudah menjadi kebutuhan. Terlebih lagi bagi konstituen Anda di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan luar negeri. TokohIndonesia.com sudah menjadi media publik, sebagai guide bangsa Indonesia, bisa dengan mudah mengetahui siapa calegnya.
Mayjen Kivlan Zen (KZ): Mengenai bangsa kita ini walau ada pertumbuhan ekonomi tetapi masih kita rasakan ada hal yang belum nyaman bagi bangsa. Masalah ideologinya, politik saling sikat satu dengan yang lain secara terang-terangan.
BI: Saya lihat ada beberapa segmen, menurut Bapak ada di segmen mana yang menjadi konsentrasi?
KZ: Menurut saya kalau menurut UUD yang lama, ada yang penduduk asli, ada yang tidak asli. Ada pendatang secara kultural keturunannya dari India, Cina, Arab, Eropa. Kita masih keturunan India walau namanya Indonesia. Kita mempunyai budaya India seperti kisah Maha Bharata, Ramayana. Karena sudah mempunyai kultur sendiri yaitu Indonesia maka punya struktur budaya sendiri yang agak mirip ke India. Bukan ke Cina, Arab, atau Eropa.
Penduduk asli ada persaingan kehidupan. Karena yang dari India (Hindu dan Buddha) menjadi Islam dan adanya persamaan kedatangan dan bangkitnya Islam di Indonesia terjadi persaingan kehidupan dalam perdagangan, ekonomi yang mengakibatkan perdagangan dan ekonomi pengaruh dari ideologi dan agama masuk. Hindu dan Buddha yang dahulu mayoritas menjadi minoritas. Itu persaingan karena kedatangan Eropa. Jadi tetap ada persaingan hidup antara Eropa dengan orang Indonesia (Islam). Penduduk asli asal India yang beradaptasi menjadi Indonesia berhadapan dengan keturunan Cina. Keturunan Cina yang nota bene menguasai kehidupan bidang ekonomi. Keturunan Cina sudah menguasai 80% lebih ekonomi perdagangan di Indonesia. Bersaing pula dengan kedatangan Eropa (Kristen) ke Indonesia. Jadi menatanya harus hati-hati.
Di dalam Islam sendiri juga ada persaingan antara kelompok Kyai, Abangan, dan Santri. Tiga kelompok tersebut masih ada hingga sekarang. Tetapi sudah menjadi satu pemikiran dan kehidupannya. Partai-partai nasional juga sekarang membawa label memperjuangkan aspirasi umat dengan sayap-sayapnya seperti Majelis Dakwah LDII, santri Gontor, dan lainnya. Mereka menggunakan sayap-sayapnya. Hal itu seperti persaingan senyap di dalam kehidupan untuk menguasai sumber daya alam, ekonomi, kekuasaan. Kalau tidak hati-hati hal ini bisa menimbulkan gesekan-gesekan.
BI: Sejauh mana gesekan-gesekan itu bisa timbul dan berdampak dalam kehidupan?
KZ: Kini kita sudah tidak sentralistis lagi setelah zaman Pak Harto. Ketika itu, militer meminta back up ke Pak Harto. Bila Pak Harto berkata A semua ikut antara kelompok pribumi asli dan pendatang. Tidak ada yang berbeda, hingga tidak ada ketidaknyamanan yang bisa membuat persaingan bahkan bentrokan.
Di era reformasi ini sudah tidak satu bahasa lagi dalam kepemimpinan pemerintahan. Apalagi sudah ada perubahan UUD 1945 yang memungkinkan persamaan, tidak ada lagi perbedaan antara penduduk asli dan pendatang, semua jadi satu, tidak ada perbedaan dengan hak yang sama.
Akan tetapi penduduk asli yang sudah memegang sumber ekonomi yang besar akhirnya bisa menguasai sumber daya alam. Terbukti seperti di Sumatera, orang Kubu/orang Adat yang menguasai sumber daya alam di sana. Lalu, datang investor yang didukung Bupati/pejabat setempat maka alam di sana digusur dan dibuka perkebunan. Begitu pula kejadian di Kalimantan Timur (Sampit) orang Madura diusir, di Poso, dan juga di Ambon. Semua itu akibat perubahan struktur pemerintahan dari susunan UUD maka terjadi pemisahan, pengelompokan, dan lain-lain.
Tidak ada lagi pemberian hak kepada penduduk asli, dan pendatang secara adil. Hal inilah yang sangat mengkhawatirkan, bisa terjadi perkelahian kelompok, anak muda, geng-geng, dan lain-lain. Maka akibatnya pemerintahan sudah tidak punya pegangan. Eksekutif tidak mempunyai loyalitas karena terlalu banyak partai. Eksekutif dari suatu partai terjadi pemisahan-pemisahan dalam suatu kelompok. Siapa yang menjadi menteri, dialah yang dominan mementingkan partainya. Dahulu sudah ada GBHN, pembangunan bangsa dan negara untuk jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Semua satu bahasa, tetapi sekarang tidak bisa seperti itu. GBHN untuk jangka panjang, jangka sedang, dan jangka pendek, harus satu bahasa, baik MPR dan presiden. Tetapi sekarang tidak bisa. Akibatnya, yang satu berjalan ke kanan dan yang satu ke kiri.
Begitu pula di dalam pemerintahan (eksekutif). Sebagai contoh, Menteri Pertanian membuat bibit demi ketahanan pangan dengan ekstensifikasinya. Tetapi Menteri Perdagangan memasukan (impor) segala macam kebutuhan sehari-hari, seperti daging, garam, cabe rawit, untuk menstabilkan harga. Menteri Pertanian tidak bisa bekerja maksimal karena birokrasi di daerah yang dipimpin Bupati dan Gubernur yang berkuasa secara otonom. Jadi, antara menteri yang satu dengan menteri yang lain tidak sejalan karena partai berbeda, karena tidak ada pola satu bahasa. Begitu pula sulit berkoordinasi dengan Gubernur dan Bupati. Terpaksa presiden melakukan semacam rapat pertemuan untuk mempersamakan persepsi antara pusat dan para Gubernur supaya satu bahasa. Mempersatukan bahasa untuk RAPBN. Tetapi sesudah sampai di daerah, berjalan sendiri-sendiri. Menteri berjalan sendiri lagi. Itulah akibatnya orang tidak ada kepastian hukum, masing-masing orang berjalan dari partainya.
Saat ini kalau kita bisa mencapai pertumbuan 6,5% saja, itu sebagai basic indication-nya. Jadi sebenarnya, kalau satu bahasa, pertumbuhan bisa 7-10%, kalau bangsa ini juga partai-partai memiliki satu bahasa yaitu Undang-Undang Dasar 45. Rasanya, pertumbuhan kita bisa lebih dari 7 sampai 10%, apalagi bila pajak tercapai dan tidak ada korupsi. Saya hitung-hitung pajak yang sekarang 1600 triliun, sebetulnya bisa mencapai 1900 triliun. Tetapi karena banyak yang dikorupsi yang masuk RAPBN cuma sedikit. Sebenarnya bisa lima kali lipat sehingga pertumbuhan pembangunan bisa lima kali lipat.
BI: Nah, terhadap realitas semacam itu, sesungguhnya langkah apa atau strategi apa yang harus kita bangun, sehingga hal demikian itu tidak bisa terjadi walaupun ini sebetulnya juga perlu proses?
KZ: Menurut pendapat saya, sebaiknya undang-undang Pemilu itu harus diubah. Ubahannya bagaimana? Jadi, sebelum menentukan calon presiden harus dibentuk semacam koalisi. Jadi, koalisi dibentuk bukan setelah pemilu legislatif tetapi sebelumnya. Koalisi partai itu, suara itu tidak hangus. Koalisi yang menang ini sudah bisa untuk menentukan siapa yang menjadi presidennya. Bukan koalisi setelah pileg tetapi sebelum pileg. Di situ baru terlihat kekuatan, mana yang oposisi mana yang bukan. Tetapi dari sistem koalisi yang ada sekarang, sebenarnya sudah bisa terlihat segi koalisinya tidak mau bersatu.
BI: Bagaimana untuk 2014 ini sementara koalisi itu setelah pileg?
KZ: Sama kondisinya. Kita akan sama menghadapi tahun 2014. Tahun 2009 keadaan ideologi politik pertahanan keamanan akan sama dengan keadaan yang sekarang. Maka semestinya sebelum pileg kita harus melakukan koalisi untuk menentukan siapa yang terbanyak untuk menjadi calon presiden.
BI: Sekarang ini bagaimana mungkin dalam waktu yang singkat ini bisa diubah?
KZ: Tidak mungkin diubah, parta-partai tidak mau.
BI: Bagaiman solusinya untuk keluar dari ketimpangan-ketimpangan ini?
KZ: Mestinya, kalau mau khususnya partai Islam, mau bersama koalisi, bila satu bahasa berarti Islam sebenarnya mudah. Partai Islam bisa mendapatkan 25% suara, bisa mencalonkan diri, suara yang terbesar, yang berhak mencalonkan presiden. Calon untuk bisa bertarung nanti.
BI: Menurut penglihatan Anda, adakah upaya yang dilakukan untuk melakukan koalisi dari partai-partai yang berbasiskan Islam?
KZ: Jalan sendiri-sendiri. PPP sendiri, PKB sendiri, PAN sendiri, PBB sendiri dan PKS sendiri. Tidak pernah mereka mengadakan pertemuan. Sudah pernah dilakukan misalnya oleh Amien Rais dengan Poros Tengah, tetapi sekarang berhenti lagi.
BI: Mengapa Anda tidak menggagas itu?
KZ: Sudah. Saya sudah sampaikan tetapi mereka itu mau berjalan sendiri. Itu di luar partai. Tokoh-tokohnya saja, maunya menyampaikan bersama untuk menyamakan persepsi dan bersatu. Partai seperti Demokrat, PDIP tidak mau karena mereka ingin menjadi pemimpin sendiri. Sudahlah kelompok saja yang berbasis nasionalis ke nasionalis, yang berbasis Islam ke Islam. Agama katakanlah kalau Islam phobia, ya bukan? Jadi ada dua koalisi, koalisi agama dan koalisi yang bukan agama. Takut dikatakan nasionalis, apakah orang agama tidak nasionalis? Kita takut itu?
BI:Jadi apa itu koalisi agama dan nonagama?
KZ: Jangan koalisi agama, koalisi dunia-akhirat . Pasti tidak mau, koalisi itu tidak mau orang nasionalis.
BI: Kita perlu mencari istilahnya yang lebih pas dan enak didengar?
KZ: Ya itu saja kuncinya. Kalau sudah begini, kelihatan mereka tetap memilih, nanti presidenya sudah tidak usah mikir lagi, yang hanya satu itu.
BI: Ada tidak kemungkinan presiden itu, karena situasi yang seperti ini, yang Anda sendiri sudah pesimis karena setelah digagas kemudian ada yang follow up para tokoh yang masih berjalan sendiri, belum mengatasnamakan partai, masih ada satu langkah sebetulnya. Mungkin tidak suatu waktu, pada 2014 ini ada orang yang berpandangan presiden itu Satria Piningit, mungkin tidak itu?
KZ: Bisa saja terjadi. Orang yang muncul itu karena Allah, seperti umpamanya si Jokowi, yang popularitasnya mencapai 28,6%, Prabowo saja cuma 10% . Berkoalisi kemana pasti Prabowo tidak mau. Jadi jangan kita memikirkan yang lain. Lebih baik kita sekarang membuat suatu kesepakatan bersama. Pertama, kalau partai ini lebih besar, dialah yang berhak mencalonkan presiden. Kedua, kalau urutanya nomor dua, berarti menjadi wakil presiden. Buat saja koalisi bersama. Koalisi bersama partai tidak usah diributkan, koalisi apa namanya, bentuk saja ada koalisi berapa partai misalnya 4, bisa digagas seperti itu. Mestinya dua koalisi saja mulai dari sekarang, kita percaya, nanti umpamanya yang terbesar di dalam koalisi satu dan koalisi dua menang di dalam pileg maka yang terbesar suaranya berhak untuk menjadi presiden. Setelah saya terpilih menjadi anggota DPR nanti akan melakukan langkah-langkah itu, namun sekarang saya belum tahu, apakah saya didukung oleh rakyat?
BI: Tadi Anda juga sampaikan bahwa, pemerintah pusat saat ini sudah tidak diikuti yang di bawahnya. Ada juga orang mengatakan, di luar sudah banyak, barangkali Anda juga punya pandangan bahwa kita mempunyai presiden tetapi kita tidak mempunyai strong leader, ini bagaimana?
KZ: Begini. Strong leader itu dapat dilakukan kalau dapat dukungan dari parlemen. Tidak mungkin strong leader jika tidak dapat dukungan dari parlemen. SBY katanya peragu kalau dia mengambil keputusan tidak didukung oleh parlemen, undang-undang dan ketentuan yang dia keluarkan, sama saja nanti, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Tetapi kalau sudah menguasai parlemen, undang–undang dikeluarkan, didukung oleh parlemen, sudah selesai semuanya itu. SBY tidak mau seperti itu karena orangnya damai tidak mau perang, tetapi sebaik-baiknya damai adalah harus siap perang.
Kita mau damai tetapi kekuatan senjata tidak dihilangkan. Jadi kekuatan dominan tidak ada sekarang karena sistemnya tidak dominan, wibawa kekuasaan itu sudah terpisah, ada beberapa bagian; Pertama eksekutif, kedua legislatif, ketiga yudikatif, dan keempat wartawan (pers, media). Media sekarang sebagai kekuatan kalau dahulu kekuatan hanya satu, ada di MPR karena semua partai-partai sudah bersama-sama golongan-golongan dari daerah. Jika MPR sudah memilih presiden, dasar Negara sudah ditetapkan, lalu semuanya mengikuti karena satu yang berkuasa di sini adalah MPR. Sekarang MPR dan DPR (legislatif) tidak berwibawa karena tidak bisa melakukan eksekusi terhadap presiden. Sebaliknya Presiden (eksekutif) tidak berwibawa karena sering diganggu oleh DPR. Yudikatif tidak berwibawa karena ada main di dalam, maksudnya sogok-menyogok sehingga tidak ada yang berwibawa. Sentral kekuasaan yang berwibawa itu dahulu pada eksekutif karena dia mendapat mandat dari MPR.
BI: Tentang pangan bagaimana pandangan Anda?
KZ: Kalau masalah pangan, kita memiliki tanah luas, tetapi tidak dikuasai secara penuh dalam pengendalian pangan. Terutama di Pulau Jawa dan Sumatera. Khususnya Jawa, sekarang pemilik tanah sangat sedikit, luas tanahnya paling 0,16 % per orang yang menguasai tanah.
Tanah yang besar tidak dikuasai secara menyeluruh. Koperasi untuk menyatukan mereka tidak bisa, yang mempunyai luas tanah sedikit itu. Tidak bisa mengordinasikan, kita sama-sama tanam. Industri terutama konglomerat, industri yang sangat memegang kekuasaan di bidang keuangan, di bidang sumber daya. Akhirnya dia membutuhkan lahan di mana pun, industri membutuhkan lahan. Semua berpusat di Pulau Jawa. Maka, tanah-tanah persawahan yang sedikit itu dia telan, dia beli menjadi industri dan perumahan.
Nah, habislah tanah di Pulau Jawa yang subur itu, tetapi tidak ke Sumatera. Di Sumatera, sebenarnya kalau dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi manajemen pertanian, itu juga cukup bagus, apalagi Papua. Kalau di luar Pulau Jawa harus merupakan suatu industri pangan, di bawah satu industri raksasa. Itu akan menghasilkan pangan besar. Itu bentuknya ekstensifikasi. Menjadi semua dibuat luas, dibuat industri termasuk di Kalimantan, sebagian Sumatera. Di Jawa sudah tidak mungkin lagi menggunakan industri besar-besaran, kecuali buat koperasi bersama.
Di Merauke sampai dengan Timika, dibuat industri pertanian. Sawah dan perkebunan luas. Kalau itu saja dibuat industri pertanian, terjadi mekanisasi dan terjadi industrialisasi pertanian. Itu sudah mencukupi seluruh Indonesia. Sumatera sebagian saja, Riau. Tetapi sekarang Riau sudah dibuat industri tanaman keras: kelapa sawit. Akibatnya pangan utama kita yaitu beras, kita kedodoran. Sudah dipakai untuk industri kelapa sawit, sampai di Papua sana kelapa sawit semua, Kalimantan juga. Orang hanya mencari keuntungan sekejap tetapi tidak memikirkan jangka panjang.
Semestinya, tidak kelapa sawit lagi karena kelapa sawit itu menghabiskan hara, air. Sudah cukup, stop kelapa sawit. Kalau kelapa hibrida itu boleh. Seluruh Indonesia dibuat investasi, lebih besar hasilnya kelapa hibrida daripada kelapa sawit. Sekarang lahan harus untuk persawahan, untuk kebun-kebun gandum sudah tidak bisa. Itu harus bentuknya industrialisasi pertanian. Jawa sudah tidak boleh. Nah, seperti Sang Hyang Sri, berapa luasnya bisa disalurkan yang di Indramayu itu, tidak di Palimanan. Tidak bisa luas di sana. Tetapi itu perlu dilakukan, bentuknya koperasi.
Yang kecil-kecil dijadikan satu, umpamanya 0,16 terus 0,2. Menjadi dalam koperasi bersama apa pun bentuknya. Yang pokok apa di situ? Misalnya sawah. Hasilnya bersama dibagi. Demikian pula di dalam industri itu harus ada sistemnya. Para pemegang saham di dalam industri itu adalah para buruh (petani) itu sendiri. Jangan seperti industri liberalis. Konglomerat pegang semua tanah, sumber daya, dia yang pegang, orang itu bekerja untuk dia. Termasuk tanah-tanah yang di Sumatera menjadi kelapa sawit milik konglomerat.
Harus dijadikan pemegang saham para buruhnya, pemiliknya. Sekarang begitu, semuanya, orang ingin industrialisasi, tetapi dia konglomerasi, menguasai semua termasuk lahan. Bukan orang diusir semua, tetapi dijadikan pekerja yang mendapatkan gaji. Semestinya jadikan dia pemegang sahamnya. Jadikan pemilik tanah sebagai pemegang sahamnya. Pemilik.
Tanah itu, itulah milik bersama pemilik modal dijadikan koperasi bentuknya. Persamaan di dalam kapitalisasi itu begitu. Dia pemegang saham. Jangan dianggap dia pekerja. Dia mempunyai tanah, mengapa tidak menjadi pemilik saham. Mau diambil, digusur, padahal dia mempunyai tanah. Itu yang terjadi selama ini. Itu untuk yang di daratan. Di lautan, itu ikan, adalah sumber daya pangan cukup banyak. Termasuk bisa untuk gas. Di penelitian itu, saya melihat 1.200 triliun nilainya. Dolar bukan rupiah. Ada gas, ada plankton-plankton bisa untuk sumber makanan ikan, terus untuk listrik segala macam, itu 1.200 triliun dolar. Ya, mengapa itu tidak digarap juga.
Daratan sebagian fokus, untuk pangan. Pangan laut? Mengapa di darat saja? Laut penting. Untuk energi di laut itu, saya melihat, hasil penelitian yang saya baca itu melebihi yang di dunia. Energi di dunia, bangsa minyak, batubara, gas yang dikumpulkan. Plankton-plankton berbentuk energi. Itu lebih besar. Itu saja diolah. Belum arus laut. Itu bisa untuk kekuatan.
BI: Bagaimana bisa pertemuan proses?
KZ: Linknya di saya. Sudah lama saya kerjakan tetapi belum berhasil. Orang tidak percaya, karena banyak tipu di pemerintahan. Susah. Makanya, nanti harus dicari jalan sendiri, duit pegang erat itu menjadikan saham rakyat. Katakan ini uang rakyat, saya hanya bekerja. Saya tidak dapat uang itu. Itu uang rakyat, saya katakan begitu. Rakyat pemegang sahamnya. Bukan pemerintah. Kalau pemerintah sudah ambil, dibagi-bagi, bancakan. Saya sedang mencari itu sumber daya. Makanya, dahulu saya berani mencalonkan diri jadi presiden. Karena kalau saya menjadi presiden, itu cair.
Ini tidak menjadi presiden, orang lain tidak mau diberi. Tidak usah disebutkan dari mana sumbernya, pokoknya ada sumber dari luar. Yang lain banyak datang kemari, tetapi semuanya tidak bisa melihat sistem di sini, uang tidak bisa masuk. Sistem Indonesia membingungkan. Kita bisa membangun Jakarta tanpa duit. Saya jamin bisa bangun Jakarta. Langsung bangun, dengan sistemnya termasuk sungai-sungai bisa bersih. Di atas sungai-sungai dibuat jalan layang. Kiri kanannya kita bangun, rakyat di sana tidak kita gusur, tetapi di situ ada bagian dia, sewa bayar sama dia. Ini sungai di atasnya bisa kita buat jalan.
Sungai itu dibersihkan dan airnya bisa kita jadikan air bersih. Saya jamin, kalau saya yang bekerja, saya jamin tidak memakai duit. Ibu kota ini bisa saya bangun. Bagaimana cadangan investasinya, tidak usah disebutkan. Pokoknya ada sistemnya. Itu kunci dari saya, makanya dulu saya berani mencalonkan presiden. Ahli ekonomi saja, Aviliani tercengang-cengang sama saya waktu debat di MetroTV. Kok berani? Saya berani. Tempo 1 tahun, ekonomi selesai. Saya bicara begitu. Ah, hebat sekali katanya. Ada sistem aging fund.
BI: Seperti apa itu?
KZ: Ada fund dari luar, di sini (di Indonesia) dapat fee-nya karbon. Kita mempunyai hutan. Karbon itu dibayar oleh Eropa, dibayar oleh Amerika, dibayar oleh PBB. Uang karbon itu yang kita treat, di ‘aging fund’
BI: Itu sudah dilakukan atau belum oleh tokoh-tokoh di sini?
KZ: Belum. Tidak. Oleh pemerintah tidak dipakai.
BI: Tidak dipakai atau tidak diproses untuk diklaim?
KZ: Iya. Itu tidak, pemerintah tidak tuntut. Jadi tiap tahun itu negara-negara industri, karena dia mengeluarkan karbon, diserap oleh hutan-hutan Indonesia, kita dapat berapa itu? Bisa miliaran dolar. Dari miliaran dolar itu diblok dananya di aging fund.
BI: Menjadi negara-negara yang poluted country, apakah juga terkena bayar itu?
KZ: Bayar. Bayar itu. Ada di PBB. Uangnya ada. Itu di aging fund. Saya cerita bersama SBY, saya cerita dengan Menteri Keuangan termasuk yang OJK sekarang tidak mengerti itu yang PPP program, aging fund tidak mengerti dia.
BI: Makanya di Indonesia sudah mulai, ada juga yang diprakarsai oleh IPB, bagaimana membuat hutan kota, hutan lindung supaya menghasilkan oksigen.
KZ: Ya, tahu, menyerap karbon. Itu dibayar, tetapi pemerintah sekarang ini tidak mengerti aging fund. Bakrie, Harry Tanoe, Chairul Tanjung itu memakai aging fund maka dia dapat terus uang untuk membangun, membangun karena uangnya banyak. Tetapi saya belum bisa melakukan itu karena uang saya belum punyai. Makan apa adanya. Saya tidak kampanye, tidak menyalurkan uang. Saya tidak mau dibiayai konglomerat, dibiayai oleh Tommy Winata. Apa ada saya kerjakan, ini yang bisa saya kerjakan. Tetapi kalau saya mempunyai uang masuk, langsung saya bangun. Saya tidak mau nanti terlibat uang menjadi milik saya, bahaya.
BI: Bagaimana dengan tim sukses, apa Anda sudah membentuknya?
KZ: Saya sudah bentuk tim sukses. Saya tidak punya banyak duit. Kalau di Amerika untuk legislatif, itu orang nyumbang, kalau Indonesia tidak. Orang berikan Rp100.000, Rp200.000. Saya tidak mempunyai duit, saya hanya makan dari gaji sama sebagian ada lebihan sedikitlah, tidak usah banyak.
Andalan utama saya karena saya sudah pernah dikenal, saya poles sedikit saja. Kalau orang yang besar-besar pasang karena dia belum dikenal, perlu dia memperkenalkan diri. Alhamdulillah saya sudah dikenal karena kegiatan saya selama ini sering muncul di TV, menulis di koran, sering ikut diskusi orang sudah banyak mengenal saya, tidak saya moles, menjaga gitu saja. Mudah-mudahan dengan polesan dan jaga saya ini bisa menghasilkan suara.
Paling tidak saya menghasilkan suara untuk partai. Saya menjadi anggota DPR, tujuan utama saya: Pertama untuk membantu partai; Kedua, saya kalau menjadi anggota DPR pun niat saya untuk kepentingan kemaslahatan seluruh bangsa, utamanya untuk kaum muslimin yang kelihatan mulai terdesak. Mulai terdesak, saya lihat ini tidak ada jaminan hukum, tidak ada jaminan sistem kepada umat. Umat sudah mulai teraniaya dalam kehidupan, mulai sempit sesak nafasnya. Sekarang sistem satu, dan kemungkinan ada perilaku dari kondisional sosiologis, psikologis dan politik. Banyak yang menyerang, ada masjid yang dihancurkan kemudian diratakan sekarang dibangun lagi di Medan. Nah itu mereka, siapa yang menghancurkan masjid di Medan itu? Kemudian di sana ada masjid untuk perumahan dihancurkan, tidak terlindungi. Mulai tidak nyaman kita karena sekolompok orang, “teroris,” dan kemudian pondok-pondok itu digeledah. Orang merasa, orang ini keluaran dari pondok berjenggot, ini pasti teroris, orang ke masjid nanti dibilang teroris, sudah tidak nyaman benar. Karena sistem itu tidak menyebabkan kita nyaman.
BI: Atau ada sistem atau institusi atau pun sosok yang menjadikan jargon itu sebagai isu besar?
KZ: Isu itu pasti disiapkan orang-orang yang tidak senang. Kaum liberalis di belakangnya, itu saya membacanya karena selama ini saya ikut terjun bersama-sama, memberikan kenyamanan bagi umat secara diam-diam. Saya melakukan, saya kerja. Dulu saja Islam phobia, sekarang phobia sistem. Sistem dunia yang menyebabkan tidak terlindungi, kita masuk dan kita lindungi segenap bangsa Indonesia semuanya, baik yang Kristen, Hindu, Buddha, India, Eropa kita lindungi semua itu.
Caranya bukan dipojokkan, ini namanya sistem aman, ada desain besar yang tidak kita ketahui, tetapi bisa kita rasakan, bagaikan kentut yang kita tidak tahu keluarnya dari mana. Itu arah kita. Kita perlu melindungi bersama-sama, sesama komponen jangan saling memojokkan, saham kita sangat besar, bukan hanya cukup besar, kalau boleh lihat, saham kita waktu kemerdekaan, 98 % itu saham kita bukan? Tetapi sekarang saham kita sudah habis.
Itu semua karena sistem. Sistem kita itu yang mengeliminasi. Komunikasi dunia kian terbuka, struktur geografi Indonesia kian terbuka, lautan Pasifik, Lautan Hindia, Laut China Selatan Malaka, Selat Sulawesi dari Pasifik ke Filipina. Coba ini mempunyai apa? Benteng, tidak? Dari laut bisa masuk, udara bisa masuk. Coba, China di belakang Rusia, dia mempunyai tembok Cina orang susah menyerangnya? Masuk juga susah lewat imigrasi. Amerika? Kuat dia karena bersandar pada Meksiko sebagai zona. Sekarang yang dia hadapi cuma dua, Pasifik dan Atlantik, Malaysia juga mempunyai sandaran, sandaran Laut China Selatan. Indonesia ini terbuka kalau orang mau menyerang Indonesia sudah terbuka.
APEC sudah terbuka, ASEAN semua sudah terbuka, semua orang di dunia kerja di sini. Dari Asean, ahli hukum, notaris ada bukan? Pedagang. Mereka boleh membuka PT, tidak dirintangi, ditelan kita, sumber daya kita habis. Seharusnya ada balance.
Sekarang dari mana saja membuka PT, dibolehkan, terutama Negara Asean, tidak boleh dihalangi. Dahulu investasi 2% harus orang Indonesia, sekarang tidak, 100 % bisa orang dari Muang Thai, orang dari Malaysia boleh datang kemari, kita juga sama tetapi sumber daya kita tidak siap untuk bersaing. Kita tidak siap, tahun 2015 orang Asean boleh buka Lawyer, Notaris, Universitas, nah sumber daya mereka sudah bagus.
Sudah tidak ada gunanya lagi Pancasila, setelah itu, masuk orang berpikiran liberal, orang yang berpikir dunia akan tenggelam, saya yakin itu, maka kita ini partai-partai ini yang bertanggung jawab. Terapkan nilai-nilai Pancasila itu di dalam kehidupan sehari-hari. Itu pikiran liberal masuk, pikiran anti-Tuhan masuk, boleh semuanya bukan? Kalau mereka lebih hebat dari kita, akibat dari komunikasi, keuangan dia buat satu grup untuk kuasai Indonesia, diubah cara berpikir kita, dari gotonng royong menjadi individualistis. Orang sudah berpikiran liberal, Pancasila nanti akan tenggelam.
BI: Siapa yang harus bertanggung jawab menyelamatkan/menjaga eksistensinya?
KZ: Ya, kita semua. Partai-partai yang harus menerapkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Sekarang banyak masuk pikiran liberal, anti Tuhan, dan sebagainya. Kalau dikaji, itu semua dampak dari telekomunikasi akibat dominasi keuangan asing, yang menguasai rakyat Indonesia, yang berakibat pada perubahan pola pikir masyarakat kita. Sifat gotong-royong menjadi sifat individualis, seperti penghuni kompleks yang jarang mengenal satu tetangga dengan tetangga yang lainnya. Keamanan malam pun dijaga Satpam tidak ada ronda bersama. Bersiaplah Pancasila akan tenggelam.
Orang-orang akan mengubah UUD 1945 karena antar partai tidak bersatu, satu sama lainnya saling bermusuhan. Itulah perlunya koalisi bersama, koalisi A & B. Kita semua harus kompak. Jika tidak kompak, maka kita semua akan habis, tenggelam, tinggal sejarah saja nanti. Tinggal tunggu waktunya saja. Kita sudah terbuka. Udara terbuka, laut terbuka, dan sistem pun terbuka. Akibat dari adanya APEC, ASEAN, Asosiasi Pasifik dan Atlantik yang menjadi satu, sedangkan SDM kita belum siap, kita selalu berkelahi satu sama lainnya. Kalau di Malaysia ada dua: Koalisi nasional dan Koalisi Aliansi Rakyat. Di Amerika ada Partai Republik dan Partai Demokrat.
BI: Bagaimana upaya menghindari agar tidak terjadi perkelahian yang terus menerus antar partai?
KZ: Mengubah sistem Pemilu dan Undang-undang Pemilu. Sebelum itu kita buat saja koalisi dari sekarang, sebelum pemilihan legislatif. Kita satukan partai-partai Islam menjadi Koalisi Besar Bersama. Siapa suara terbanyak, dia yang jadi presiden. Terbanyak kedua jadi Wakil Presiden, selebihnya menjadi menteri-menterinya.
BI: Masih ada optimisme besar di dalam hal itu. Terkait dengan proses yang harus ditempuh, bagaimana persiapan Anda, terutama fisik?
KZ: Saya menjaga pola makan dan berolahraga (biasanya jogging, tenis), dan ibadah ritual menyerahkan sepenuhnya kepada Allah. Bila sudah waktu shalat maka saya tinggalkan semua aktivitas, bila bangun malam maka Shalat Tahajud. Wawancara TokohIndonesia.com | IP
© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Responsive Ads